Tumbal Lengger _ Nassya Esa Ayunda
Tumbal Lengger
Rosa terbangun dari tidurnya karena ketukan yang kencang dari luar kamarnya. Rosa berdecak kesal, ia bangun dan berjalan menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintunya lalu melihat wajah senang Naya. Naya mengajak Rosa untuk berlibur ke daerah Banyumas, Rosa sebenarnya sudah tahu bahwa kedatangan Naya ke kostnya untuk mengajaknya berlibur ke luar kota. Rosa yang sudah lelah diajak terus menerus oleh Naya, ia akhirnya menganggukkan kepala menyetujui ajakan Naya. Sebenarnya Rosa sudah merasa bosan karena liburan bulan ini, selama hari libur ia hanya berada di kostnya.
Setelah
memesan tiket dan membeli kebutuhan yang akan mereka bawa ke Banyumas, sekarang
mereka sudah berada di kereta. Jam menunjukkan pukul 14.43 WIB dan mereka sudah
berada di stasiun. Naya segera memesan taksi untuk menuju penginapan mereka
yang ternyata letaknya cukup jauh dari tengah kota. Rosa sebenarnya tak masalah
dimana mereka akan menginap, Rosa hanya ingin penginapan yang bersih dan
membuatnya nyaman.
Mereka menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dan
mereka telah sampai di depan sebuah rumah joglo yang cukup besar dan luas. Rosa
kagum dengan rumah joglo itu, karena dari sekian banyak rumah yang mereka
lewati tadi, rumah joglo inilah yang paling menonjol dari rumah lainnya. Rumah
joglo bernuansa coklat dengan ukiran-ukiran bunga yang indah dibagian pintu.
Rosa pun bertanya pada Naya, “Nay, ini penginapan kita? Keren sekali ini rumah,
berapa harga sewanya?”
Naya pun tersenyum mendengar ucapan Rosa, Naya pun
menjawab “Bukan bukan, ini rumahku Ros. Semoga kamu nyaman ya berada di sini,
maaf kalau kelihatannya kurang modern.” Naya pun tersenyum kemudian ia
memberikan uang kepada supir taksi. Rosa tertawa dan dia menepuk pundak Naya,
“Ya Tuhan Nay, ini rumah keren, pasti kamu jadi nostalgia sama masa kecil
kamu,” Rosa pun mengambil tas berisi barangnya selama berlibur. Naya pun
mengajak Rosa untuk masuk ke dalam rumah dan kebetulan terdapat sepasang
suami-istri yang sedang duduk di ruang tamu, Naya yang melihat mereka segera
bersalaman, Rosa pun terkejut dan dengan ragu ia juga bersalaman dengan
sepasang suami-istri itu.
“Bapak, Ibu, perkenalkan ini temanku namanya Rosa.
Kebetulan satu fakultas sama aku, kami sepakat untuk berlibur kemari, aku juga
kangen sama Bapak dan Ibu,” ucap Naya setelah itu ia memeluk sepasang
suami-istri itu.
“Wah, nggak papa Nak kalau kalian tinggal di sini
selama kalian berlibur. Oh iya Nak Rosa, saya Toro, dan ini istri saya Tari,”
ucap lembut Bapak Naya. Rosa pun tersenyum tipis kepada kedua orang tua Naya.
Setelah berbincang sesaat, Naya segera mengajak Rosa untuk beristirahat di
kamarnya.
Sinar matahari melewati jendela kayu rumah Naya, dan
terdengar suara sinden dari radio yang terletak di atas meja dengan kanan kiri
berisikan foto keluarga Naya, keluarga Sosrowijoyo. Pagi hari ini adalah hari
ketiga Rosa berada di Banyumas, pada hari sebelumnya Rosa dan Naya sudah
mengunjungi beberapa lokasi wisata di Banyumas. Mereka sama sekali tak
menyia-nyiakan momen kebersamaan mereka selama berlibur. Hari ini mereka
memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah pegal-pegal karena
liburan di hari yang lalu. Ketika Rosa di atas kasur untuk menunggu Naya yang
sedang mandi pagi, Rosa merasa ada sekelebat bayangan merah yang berjalan di
depan kamar yang pintunya memang terbuka sedikit. Rosa pun bangun dari kasur
dan langsung berjalan menuju depan kamar dan dia melihat seorang wanita dengan
kebaya merah masuk ke dalam kamar orang tua Naya. Rosa sedikit tertegun karena
ia tahu bahwa wanita itu tidak mungkin Ibu Naya karena postur tubuhnya sangat
berbeda. Rosa berpikir mungkin wanita itu tetangga Naya yang memiliki urusan
yang penting dengan Ibu Naya. Rosa akhirnya masuk kamar dan ia berdiri di depan
cermin, Rosa beberapa kali bergaya layaknya model sambil terkekeh.
“Ternyata aku cantik walaupun belum mandi,” ucap
Rosa sambil terkekeh. Ketika sedang asyik bercermin, Rosa merasa jidatnya
seperti terkena tetesan air. Namun, saat ia mengaca di cermin, ia tidak melihat
adanya jejak tetesan air di jidatnya alias jidatnya tetap kering. Rosa
menghadap ke atas dan betapa terkejutnya Rosa, ia melihat sosok wanita yang ia
lihat tadi, wanita berkebaya merah. Sosok wanita itu sedang merangkak layaknya
laba-laba, tapi kepalanya seperti sedang menatap Rosa dengan lidah hitam yang
menjulur. Rosa pun berteriak dan ia berlari menuju kamar mandi untuk
menghampiri Naya.
“Nay! Buka Nay! Ada setan Nay!” teriak Rosa sambil
menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Naya segera membuka pintunya, Naya terkejut melihat
Rosa yang sangat pucat dan dengan tatapan khawatir, Naya pun bertanya, “Ros? Kenapa?
Kok pucat sekali mukamu?”
Rosa menceritakan apa yang terjadi padanya tadi.
Naya yang mendengarnya pun menggelengkan kepala dan berkata, “Nggak mungkin ada
setan di sini, aku selama hidup di sini ngga pernah tuh ketemu yang namanya
setan apalagi yang wujudnya kayak gitu,”
“Aku serius Nay! aku ingat sekali wajahnya saat
menatapku!” ucap Rosa dan menatap Naya kesal.
“Itu khayalan kamu kali, eh iya kebetulan air di
rumah ku lagi habis. Aku malas nimba air, jadi kalau kamu mau tetap mandi ya
nimba sendiri ya,” ucap Naya lalu berjalan ke kamarnya.
Rosa pun menghela napas untuk menenangkan dirinya,
lalu dia mengikuti Naya menuju kamar. Sesampainya dikamar ia langsung
menidurkan dirinya dikasur, “Nay, aku tidur dulu aja deh. Malas juga mandi
pagi-pagi, nanti kalau udah sore, tolong bangunkan aku ya,” kata Rosa, tanpa
menunggu jawaban Naya, ia langsung memejamkan matanya.
Rosa terbangun karena tepukan yang cukup kencang di
pipi kanan nya, Rosa mencoba untuk memulihkan kesadarannya. Ia melihat Naya
yang sedang memasang wajah kesal, ia pun bangun dari tidurnya sambil mengucek
matanya, “Ros, jadi mandi ngga sih? dibangunin dari tadi ngga bangun-bangun,
kayak orang mati aja kamu kalau tidur,” ucap Naya dengan wajah kesal. “Airnya
habis lagi, tadi udah di isiin Ibuku tapi kamu nggak bangun-bangun. Jadi aku
mandi duluan,” tambah Naya.
Rosa pun beranjak dari ranjang dan sedikit melakukan
peregangan, Rosa melihat jam yang menempel di dinding dan ternyata sudah pukul
17.30 WIB, Rosa sedikit terkejut. Ia merasa tak pernah tidur selama itu kecuali
pada malam hari.
Rosa mengambil handuk yang berada di gantungan pintu
kemudian berjalan dengan lesu menuju belakang rumah, tak lupa ia mengambil
ember terlebih dahulu di kamar mandi. Ketika Rosa sedang menimba air di sumur
ia merasa ada yang sedang memperhatikannya, Rosa pun melihat ke arah kebun di
depannya sejenak. Ketika ia sedang memperhatikan kebun, Rosa terkejut karena
tiba-tiba ada yang memukul kepalanya dengan benda keras. Rosa langsung terjatuh
di tanah dan samar-samar ia melihat Naya, kemudian pandangan Rosa mulai
menggelap.
Rosa terbangun dengan
kaki dan tangan diikat, ia mencoba untuk menetralkan pandangannya. Rosa
mendapati dirinya sedang berada di ruang tamu, tapi semua pintu dan jendela
tertutup rapat dan hanya ada satu cahaya yaitu dari lampu yang berada di ruang
tamu. Pandangan Rosa tertuju pada
Naya yang sudah memakai pakaian Penari Lengger dengan riasan di wajahnya. Rosa
juga terkejut melihat Ibu Naya juga memakai pakaian Penari Lengger. Rosa
menatap mereka kebingungan, apa yang terjadi? Mengapa ia diikat dan kenapa Naya
dan Ibunya memakai pakaian penari lengger?
Saat pikiran Rosa sedang berkecamuk, Ibu Naya
mendekati Rosa dan mengelus punggungnya, “Jangan takut ya Nak, ikhlaskan dirimu
untuk menjadi tumbal keluarga Hartono,” ucap Ibu Naya dengan senyuman yang
sulit diartikan. Rosa sangat amat terkejut, ia kemudian mencoba melepaskan
ikatan itu dan membentak Ibu Naya, “Maksudnya apa Bi! saya jadi tumbal?”
Ibu Naya hanya tersenyum kemudian menampar pipi Rosa
hingga bibir Rosa mengeluarkan darah. Rosa mengerti situasi ini, sebisa mungkin
ia melepaskan diri dari ikatan itu, ia juga menatap tajam ke arah Naya. Ketika
ia memperhatikan ruangan itu kembali, ia baru sadar bahwa Bapak Naya sedang
duduk di depan patung seorang penari. Dan di antara patung itu dan Bapak Naya,
terdapat sesajen, bunga, dan dupa.
“TOLONG! SIAPAPUN TOLONG SAYA!” Rosa berteriak dan
mencoba untuk menahan tangisnya.
“Nak menyerahlah, ngga akan ada yang mendengar
teriakan mu itu. Kamu sudah kami targetkan nak,” ucap Ibu Naya.
“Maaf ya Rosa, tapi makasih loh udah mau nurutin
permintaanku buat liburan di sini. Setelah tumbalin kamu, keluargaku bakal jadi
lebih kaya raya,” ucap Naya sambil tersenyum jahat.
“Sudah siap, Nyai sudah dipanggil,” ucap Bapak Naya
menambahi dan setelah itu Ibu Naya dan Naya menghadap ke patung itu dan mulai
menari sambil menyinden. Rosa benar-benar takut, was-was, yang dipikirkannya
saat ini hanyalah ia harus pergi dari rumah ini.
Rosa mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan itu
walau dia tahu bahwa pergelangannya akan terluka akibat gesekan. Tangis Rosa
pecah ketika tiba-tiba Naya dan Ibu Naya menari mengitarinya dan diusapnya
wajah Rosa menggunakan selendang berwarna merah yang terkait di tubuh Naya dan
Ibunya. Naya dan Ibunya kembali menari di depan patung itu dan Bapak Naya
melemparkan bunga pada patung itu.
Post a Comment
0 Comments